Senin, 24 April 2017

PENERAPAN PEMBIAYAAN MUSYARAKAH, MUDHARABAH MUTLAQAH DAN MUDHARABAH MUQAYYADAH

A.  MUSYARAKAH
1.    Pengertian Musyarakah
Musyarakah merupakan istilah yang dipakai dalam konteks pembiayaan syariah. Istilah ini berkonotasi lebih terbatas dari pada istilah syirkah yang lebih umum digunakan dalam fikih islam. Syirkah berarti sharing ‘berbagi’.[1]
Musyarakah atau syirkah secara etimologi berasal dari kata “isytirak” yang berarti perkongsian, diartikan demikian karena syirkah merupakan perkongsian dalam hal untuk menjalankan modal.
Secara bahasa, syirkah adalah percampuran, yaitu bercampurnya suatu modal dengan lainnya, sampai tidak dapat dibedakan antara keduanya.
Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa musyarakah atau syirkah adalah persekutuan atau perkongsian dua pihak atau lebih dalam menjalankan sebuah usaha, dimana modal bisa dari semua pihak yang bersekutu atau dari sebagian mereka. Pekerjaan untuk menjalankan modal juga dapat dilakukan oleh semua pihak yang terlibat dalam perkongsian atau sebagian mereka, sementara resiko ditanggung bersama. Keuntungan dari usaha tersebut dibagi bersama secara proporsional dan sesuai dengan kesepakatan.[2]

2.    Dasar Hukum Musyarakah
a.       QS An-Nisaa’ ayat 12:
فَهُمْ شُرَكَاءُ فِيْ الثُّلُثَ
Artinya:
            “Mereka berkongsi untuk mendapatkan bagian sepertiga.”
b.      Hadis Riwayat dari Abu Hurairah:
عَنْ أَبِى حَيَّنَا التَّيْمِيَّ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَفَعَهُ قَالَ: إَنَّ اللهَ يَقُولُ أَنَا ثَالِثُ الشَرِيْكَيْنِ مَا لَمْ يَحُنْ أَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ فَإِ ذَا خَا نَهُ خَرَجْتُ مِنْ بَيْنِهِمَا
Artinya:
      “Dari Abu Hayyan al-Taimi dari ayahnya dari Abu Hurairah (marfu’) Rasulullah bersabda: sesungguhnya Allah swt. berfirman ‘Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersekutu, selama salah satu diantara mereka tidak menghianati lainnya, apabila salah seorang diantara mereka menghianati lainnya, maka Aku keluar dari persekutuan mereka.”[3]

3.    Rukun dan Syarat Musyarakah
a.       Ijab dan Kabul. Ijab dan kabul harus dinyatakan dengan jelas dalam akad.
b.      Pihak yang Berserikat:
1)      Kompeten
2)      Menyediakan dana sesuai dengan kontrak dan pekerjaan atau proyek usaha
3)      Memiliki hak untuk ikut mengelola bisnis yang sedang dibiayai atau memberi kuasa kepada mitra kerjanya untuk mengelolanya.
4)      Tidak diizinkan menggunakan dana untuk kepentingan sendiri
c.       Objek Aakad
1)      Modal
a)      Modal dapat berupa uang tunai atau aset yang dapat dinilai.
b)      Modal tidak boleh dipinjamkan atau dihadiahkan kepada pihak lain.
c)      Pada dasarnya bank syariah tidak harus meminta agunan, akan tetapi untuk menghindari wanprestasi, maka bank syariah diperkenankan meminta agunan dari nasabah/mitra kerja.
2)      Kerja
a)      Partisipasi kerja dapat dilakukan bersama-sama dengan porsi kerja yang tidak harus sama, atau salah satu mitra kerja lainnya untuk mengelola usahanya.
b)      Kedudukan masing-masing mitra harus tertuang dalam kontrak.
3)      Keuntungan/Kerugian
a)      Jumlah keuntungan harus dikuantifikasikan.
b)      Pembagian keuntungan harus jelas dan tertuang dalam kontrak. Bila rugi, maka kerugian akan ditanggung oleh masing-masing mitra berdasarkan porsi modal yang diserahkan.[4]

4.    Jenis-Jenis Syirkah
Secara garis besar syirkah ada dua macam, yaitu syirkah amlak adalah perkongsian dalam hal memiliki harta. Dan syirkah ‘uqud adalah perkongsian dalam transaksi.
Syirkah amlak ada dua macam, yaitu:
a.    Syirkah amlak ikhtiyari (perkongsian sukarela), yaitu kesepakatan dua orang atau lebih untuk memiliki suatu barang tanpa adanya keterpaksaan dari masing-masing pihak.
b.    Syirkah amlak ijbari (perkongsian paksa), yaitu perkongsian dimana para pihak yang terlibat dalam kepemilikan barang atau suatu aset tidak bisa menghidar dari bagian dan porsinya dalam kepemilikan tersebut, karena memang sudah menjadi ketentuan hukum.[5]
Syirkah ‘uqud adalah suatu akad yang dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk menjalankan suatu usaha, baik barang maupun jasa dan pembagian keuntungannya. Syirkah ‘uqud ada 4, yaitu:
a.    Syirkah ‘Inan. Yaitu dua orang yang bersekutu dengan modal bersama, akad dilakukan bersama-sama, begitu juga saat membeli suatu barang, modal harus berupa dana cash dan tidak boleh berupa utang.
b.    Syirkah al-mufawadhah, yaitu usaha komersil bersama dengan adanya kesamaan pada penyertaan modal, pembagian keuntungan, pengelolaan, kerja dan orang.  Mazhab Hanafi dan Maliki membolehkan bentuk  syirkah ini. Sementara itu, mazhab Syafi’i dan Hambali melarangnya karena secara realita sukar terjadi persamaan pada semua unsurnya dan banyak mengandung unsur gharar atau ketidakjelasan.
c.    Syirkah al-a’mal atau syirkah Abdan, yaitu usaha komersial bersama ketika semua mitra usaha ambil bagian dalam memberikan jasa kepada pelanggan. Jumhur (mayoritas) ulama, yaitu dari mazhab Hanafi, Maliki dan Hambali, membolehkan bentuk syirkah modal dan tidak boleh syirkah kerja.
d.   Syirkah al-wujuh adalah usaha komersial bersama ketika mitra tidak mempunyai investasi sama sekali. Mereka membeli komoditas dengan pembayaran tangguh dan menjualnya tunai. Mazhab Hanafi dan Hambali membolehkan bentuk syirkah ini, sedangkan mazhab Maliki dan  Syafi’i melarangnya.[6]

5.    Implementasi Syirkah atau Musyarakah dalam Lembaga Keuangan Syariah
Musyarakah atau syirkah dalam konteks perbankan merupakan akad kerjasama pembiayaan antara bank syariah atau beberapa lembaga keuangan secara bersama-sama, dan nasabah untuk mengelola suatu kegiatan usaha. Masing-masing memasukkan penyertaan dana sesuai porsi yang disepakati. Pengelolaan kegiatan usaha dipercayakan kepada nasabah. Nasabah wajib memberikan laporan berkala mengenai perkembangan usaha kepada bank pemilik dana.
Pembiayaan syirkah dalam dunia perbankan yaitu:
a.       Pembiayaan dalam modal kerja
b.      Pembiayaan investasi[7]

B.     MUDHARABAH
1.      Pengertian Mudharabah
Mudharabah atau penanaman modal adalah penyerahan modal uang kepada orang yang berniaga sehingga ia mendapatkan presentase keuntungan.
Menurut Wahbah Zuhaili, mudharabah secara bahasa berarti potongan, maksudnya pemilik harta memotong sebagian hartanya untuk diberikan kepada orang lain untuk digunakan sebagai modal usaha. Mudharabah juga berarti persamaan, yaitu adanya persamaan dalam hak menerima keuntungan. [8]
Secara terminologi mudharabah berarti sejumlah uang yang dssiberikan seseorang kepada orang lain untuk modal usaha, apabila mendapat keuntungan maka dibagi dua dengan persentase atau jumlah sesuai kesepakatan. Dan apabila mendapat kerugian maka ditanggung pemilik modal.
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa mudharabah adalah kerja sama antara dua pihak untuk menjalankan suatu usaha tertentu, dimana pihak satu sebagai pemilik modal dan pihak lainnya sebagai pelaksana usaha. Apabila terjadi kerugian maka ditanggung oleh pemilik modal, kecuali jika kerugian itu terjadi akibat kelalaian si pelaksana usaha. Apabila mendapatkan keuntungan maka dibagi sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat.[9]

2.      Dasar Hukum Mudharabah
a.       QS Al-Jumu’ah ayat 10
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya:
Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.

b.      Hadis riwayat  Imam Baihaqi dari Ibnu ‘Abbas:
روى ابن عباس رضي الله عنهما انه قال: كان سيدنا العباس بن عبد المطلب اذا دفع المال مضربة اشترط على صاحبه ان لايسلك به بحرا ولاينزل به واديا ولايشترى به دابة ذات كبد رطبة فان فعل ذلك ضمن فبلغ شرطة رسول الله صلى الله عليه وسلم فاجازه
Artinya:
“Diriwayatkan oleh ibnu Abbas bahwasannya Sayyidina Abbas jikalau memberikan dana ke mitra usahanya secara Mudharabah, ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau mebeli ternak yang berparu-paru basah, jika menyalahi peraturan maka yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikannyalah syarat-syarat tersebut kepada rasulullah saw. Dan Rasulullah pun membolehkannya.”[10]

3.      Rukun dan Syarat Pembiayaan Mudharabah
a.       Pihak yang melakukan akad (shahibul maal dan mudharib) harus cakap hukum.
b.      Modal yang diberikan oleh shahibul maal yaitu sejumlah uang atau aset untuk tujuan usaha dengan syarat:
1)      Modal harus jelas jumlah dan nilainya.
2)      Dapat berbentuk uang atau barang yang dapat dinilai pada waktu akad.
3)      Modal harus ada pada saat dilaksanakan akad dan tidak berbentuk piutang.
4)      Modal harus diserahkan kepada pihak pengelola (mudharib), jika tidak maka akadnya rusak.
c.       Penyertaan ijab kabul, dituangkan secara tertulis yang menyangkut semua ketentuan yang disepakati dalam akad.
d.      Persyaratan terkait keuntungan atau laba:
1)      Jumlah keuntungan harus jelas, proporsi pembagian hasil antara pemilik modal harus jelas.
2)      Proporsi atau persentase pembagian hasil dihitung hanya dari keuntungan, tidak termasuk modal.
3)      Keuntungan tidak boleh dihitung berdasarkan persentase dari jumlah modal yang diberikan shahibul maal.
4)      Tidak boleh menentukan jumlah nominal untuk pembagian hasil.[11]

4.      Jenis-Jenis Mudharabah
a.       Mudharabah mutlaqah atau URIA (Unrestricted Investment Account);
Mudharabah mutlaqah adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bsinis.[12] Dalam akad ini pengelola diberi keluesan dalam mengelola dan menjalankan modal, termasuk keluesan menentukan jenis usaha, lokasi dan lainnya. Sedangkan pemilik modal tidak menentukan jenis usaha yang akan dijalankan oleh mudharib.[13]
Dari penerapan mudharabah mutlaqah ini dikembangkan produk tabungan dan deposito, sehingga terdapat dua jenis penghimpun dana, yaitu tabungan mudharabah dan deposito mudharabah.
Ketentuan umum dalam produk ini adalah:   
1)      Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan tata cara pemberitahuan keutungan dan atau pembagian keuntungan secara risiko yang dapat ditimbulkan dari penyimpanan dana. Apabila telah tercapai kesepakatan. Maka hal tersebut dicatumkan dalam akad.
2)      Tabungan mudharabah dapat diambil setiap saat oleh penabung sesuai dengan perjanjian yang disepakati, namun tidak diperkenankan menglami saldo negatif.
3)      Deposito mudharabah hanya dapat dicairkan sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati. Deposito yang diperpanjang, setelah jatuh tempo akan diperlakukan sama seperti deposito baru, tetapi bila pada akad sudah dicantumkan perpanjangan otomatis maka tidak perlu dibuat akad baru.[14]
b.      Mudharabah muqayaddah atau RIA (Restricted Investment Account)
Mudharabah muqayyadah adalah kerja sama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya dibatasi oleh jenis usaha, waktu, atau tempat usaha.[15] Dalam akad ini pemilik modal sudah menentukan usaha yang harus dijalankan oleh pengelola modal.[16]
Mudharabah RIA ini ada dua jenis, yaitu:
1)      Mudharabah muqayaddah on Balance Sheet;
Jenis mudharabah ini merupakan simpanan khusus (Restricted Investment) dimana pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatui oelh bank. Misalnya disyaratkan digunakan untuk bisnis tertentu, atau disyaratkan digunakan dengan akad tertentu, atau disyaratkan digunakan untuk nasabah tertentu.
Karakteristik jenis simpanan ini adalah sebagai berikut:
a)      Pemilik dana wajib menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus diikuti oleh bank dan wajib membuat akad yang mengatur persyaratan penyaluran dana simpanan khusus.
b)      Sebagai tanda bukti simpanan bank menerbitkan bukti simpanan khusus. Bank wajib memisahkan dana ini dari rekening lainnya.
c)      Unutk deposito mudharabah, bank wajib memberikan sertifikat atau tanda penyimpanan (bilyet) deposito kepada deposan.

2)      Mudharabah muqayaddah of Balance Sheet;
Jenis mudharabah ini merupakan penyaluran dana mudharabah langsung kepada pelaksana usahanya, dimana bank bertindak sebagai perantara (arranger) yang mempertemukan antara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus diaptuhi oleh bank dalam mencari bisnis (pelaksana usaha).
Karakteristik jenis simpanan ini adalah sebagi berikut:
1)   Sebagai tanda bukti simpanan bank menerbitkan bukti simpanan khusus. Bank wajib memisahkan dana dari rekening lainnya. Simpanan khusus dicatat pada pos tersendiri dalam rekening admisnistrasi.
2)   Dana simpanan khusus harus disalurkan secara langsung kepada pihak yang diamanatkan oelh pemilik dana.
3)   Bank menerima komisi atas jasa mempertemukan kedua pihak. Sedangkan antara pemilik dan dan pelaksana usaha berlaku nisbah bagi hasil.[17]

5.      Implementasi Mudharabah
Pada pembiayaan bank syariah, mudharabah diterapkan untuk:
a.       Pembiayaan modal kerja, modal bagi perusahaan yang bergerak dibidang industri, perdagangan dan jasa.
b.      Pembiayaan investasi, untuk pengadaan barang-barang modal, aktiva tetap, dan sebagainya.
c.       Pembiayaan investasi khusus, bank bertindak dan memposisikan diri sebagai arranger yang mempertemukan kepentingan pemilik dana, seperti yayasan dan lembaga keuangan non-bank, dengan pengusaha yang memerlukan.[18]



DAFTAR PUSTAKA
Adimarwan Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010.
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.
Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalah Kontemporer, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2016.
Ismail, Perbankan Syariah, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011.
Muhammad Syafi’i Antonio, Islamic Banking Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani, 2013.


[1] Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007) h.49
[2] Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalah Kontemporer, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2016) h. 127
[3]Ibid...,  h. 129
[4] Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011) h. 179
[5] Ibid..., h. 130
[6] Ibid..., h. 50
[7] Ibid..., h. 146
[8] Ibid..., h. 60
[9] Ibid..., h. 150
[10] Muhammad Syafi’i Antonio, Islamic Banking (Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2013) h. 96
[11] Ibid..., h. 172
[12]Ibid..., h. 97
[13] Ibid..., h. 157
[14]Adimarwan Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), h. 109
[15] Ibid..., h. 97
[16] Ibid..., h. 157
[17] Ibid..., h. 110
[18] Ibid..., h. 97

Fungsi Pokok dan Lingkup Usaha Bank

Fungsi Pokok dan Lingkup Usaha Bank A.   Fungsi Pokok Dan Lingkup Usaha Bank Herbert Spero dan Lewis E. Davids dalam buku mer...